Teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan
Teknologi informasi kesehatan didefinisikan sebagai penggunaan teknologi untuk mengatur dan menyebarkan informasi medis bagi konsumen, tenaga medis, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pelayanan kesehatan (Blumenthal dan Glaser, 2007).
Kajian Ebell dan Frame (2001) menyatakan bahwa TI berperan dalam fungsi rekam medik, komunikasi, pendukung pengambilan keputusan klinis, dan proses pembelajaran.
Rekam medik elektronik merupakan salah satu contoh keberhasilan TI dalam menunjang praktek klinik. Rekam medik elektronik secara lambat namun pasti mulai diadopsi oleh berbagai pusat pelayanan kesehatan baik didunia maupun Indonesia.
Dalam tugasnya sehari-hari para praktisi kesehatan seringkali dihadapkan pada berbagai masalah dan ketidakpastian. Perkembangan ilmu kedokteran yang sedemikian maju telah membuktikan bahwa banyak upaya-upaya medik mulai diagnostik hingga terapetik yang dulu dianggap benar, saat ini telah mulai ditinggalkan karena terbukti do more harm than good.
Para petugas kesehatan seringkali dihadapkan pada setumpuk data klinis yang harus disimpulkan untuk dapat mengambil keputusan klinik yang baik.
Sistem pendukung keputusan klinis dipergunakan sebagai salah satu perangkat untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Sistem pendukung keputusan klinis akan memberikan informasi, penilaian, dan rekomendasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan pada pasien individual.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan efektivitas penggunaan sistem komputer untuk memperbaiki praktek peresepan (Bates dan Gawande, 2003). Kajian yang lebih baru oleh Chaudhry, dkk (2006) menyimpulkan bahwa penggunaan teknologi informasi dapat bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap standar pelayanan medik, dan mengurangi risiko kesalahan pengobatan.
Kajian sistematis Kawanoto, dkk (2005) pada 70 penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem pendukung keputusan klinis terbukti meningkatkan pelayanan klinik pada 68% studi.
Analisis lebih lanjut menunjukkan 4 ciri yang signifikan untuk sebuah sistem dapat meningkatkan mutu pelayanan yaitu: (1) sebagai bagian yang otomatis dalam alur kerja klinisi, (2) sistem memberikan rekomendasi tertentu dan bukan hanya assessment, (3) sistem ada di tempat dan pada waktu pengambilan keputusan diperlukan, dan (4) sistem yang berbasis komputer.
Keunggulan penggunaan sistem pendukung keputusan klinis adalah:
(1) meningkatkan keamanan pasien, dengan mengurangi medication error, dan kejadian efek samping yang tidak perlu, serta mengurangi kealahan tes yang tidak perlu,
(2) meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan pelaksanaan clinical pathway dan evidence-based clinical practice guideline, dan menfasilitasi penggunaan bukti-bukti ilmiah pendukung yang terbaik dalam pelayanan kepada pasien,
(3) meningkatkan efisiensi dalam pelayanan kesehatan, dengan mengurangi biaya yang tidak perlu, mengurangi duplikasi tes, mengurangi variasi dan pemborosan peresepan.
Teknologi informasi dan proses pembelajaran kedokteran
Saat ini di dunia kesehatan global berkembang konsep Evidence Based Medicine. Konsep Evidence Based Medicine (EBM) merupakan integrasi dari bukti-bukti penelitian yang terbaik dengan kemampuan klinik dan nilai-nilai yang dimiliki pasien. Bukti-bukti penelitian yang terbaik biasanya berasal dari penelitian-penelitian klinik yang relevan.
Kemampuan klinik merupakan komponen yang penting dalam penerapan konsep EBM, Nilai-nilai yang dimiliki pasien merupakan harapan dan keiinginan yang dimiliki pasien pada saat berobat, dan harus pula diintegrasikan dalam pengamblan keputusan klinik pada saat melayani pasien tersebut (Sacket, 2000). Ketiga elemen dasar tersebut harus diintegrasikan, sehingga dapat dicapai hasil penatalaksanaan yang optimal dan peningkatan kualitas hidup.
Pertanyaan kritis yang muncul adalah ”bagaimana seorang petugas pelayanan kesehatan atau mahasiswa kedokteran dapat terus menerus memperoleh bukti-bukti ilmiah yang terkini dan terbaik?”
Pada 2 dekade yang lalu pembelajaran lebih banyak didasarkan pada buku teks. Seseorang yang ingin mendapat ilmu pengetahuan yang baru harus pergi ke perpustakaan dan mencari secara manual di dalam buku teks. Hal ini akan sangat menyita waktu dan tenaga.
Salah satu peran teknologi informasi dalam praktek EBM adalah tersedianya sumber referensi dan bukti ilmiah yang dapat diakses secara online. Berbagai bukti ilmiah yang tersebar di seluruh dunia dikompilasi dalam sebuah database di dalam www.pubmed.com.
Pelacakan manual mungkin sekali akan melewatkan berbagai artikel yang valid dan penting. Berbagai jurnal biomedik dan Kedokteran dapat diakses secara gratis dalam bentuk full text secara online. Hal yang mungkin masih menjadi angan-angan dalam waktu 20 tahun yang lalu.
Hambatan dalam adoppsi TI bagi dunia kesehatan
Bates dan Gawande (2003) mengidentifikasi 3 faktor penghambat utama dalam penerapan teknologi informasi pada praktek klinik sehari-hari, yaitu:
(1) hambatan finansial, pengembangan sistem pendukung keputusan klinis memerlukan biaya tersendiri, dan perlu biaya tambahan untuk mengevaluasi secara berkala hasil guna sistem tersebut,
(2) belum adanya standar, belum ada standar data-data apa saja yang direkomendasikan oleh organisasi profesi tertentu untuk dimasukkan dalam sistem pendukung keputusan klinis, saat ini sistem yang ada masih sangat bervariasi,
(3) hambatan kultural, penggunaan teknologi informasi belum dipandang sebagai suatu hal yang penting bagi para dokter dan manajer kesehatan.
Pada situasi di negara berkembang seperti Indonesia, menurut pandangan penulis hambatan yang lain adalah penguasan teknologi informasi oleh para praktisi pelayan kesehatan. Di waktu mendatang, ada haapan yang besar akan peran teknologi informasi medis untuk meningkatkan mutu layanan medik dan keselamatan pasien.
Bagaimana masa depan TI dalam dunia kesehatan?
Perubahan adalah sesuatu hal yang selelu terjadi, baik disukai maupun tidak. Adopsi teknologi informasi dalam dunia kesehatan merupakan fenomena global yang juga akan terjadi di tempat kita. Keridakmampuan suatu organisasi pelayanan kesehatan untuk beradaptasi dengan nilai-nilai global akan menjadikan organisasi tersebut ketinggalam jaman.
Kajian yang dilakukan oleh Bodenheimer dan Grunbach (2003) menunjukkan bahwa secara perlahan namun pasti TI mulai mengambil banyak peran dalam dunia kesehatan. Blumenthal dan Glaser (2007) menunjukkan bahwa rekam medik elektronik telah diadopsi oleh 50% kelompok dokter di Amerika Serikat. Beberpa kritik tajam muncul dalam penggunaan TI.
Kritik tersebut antara lain: (1) TI menuntut waktu ekstra dan sumber daya manusia yang khusus, (2) pengembangan TI terlalu mahal, dan (3) belum ada standar software yang baku untuk suatu organisasi pelayanan kesehatan.
Dalam pertemuan baru-baru ini Prof Antonio Marques dari Portugal menyatakan bahwa resep sukses suatu teknologi informasi untuk dapat meningkatkan mutu layanan kesehatan adalah dukungan kultural dan kesiapan semua pihak dalam organisasi pelayanan kesehatan untuk berubah.
Resep sukses yang lain adalah TI yang digunakan harus mudah dipahami, efektif, dan tersedia onsite dalam pelayanan. Sebuah aturan baku untuk menilai efektivitas suatu software juga harus dikembangkan. Sebuah software yang dikembangkan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu kesehatan yang baik dan mutakhir dapat membuat pelayanan kesehatan yang misleading atau tidak efektif.
Salah satu konsep yang harus dipahami oleh semua pihak adalah bahwa adopsi TI bagi dunia kesehatan harus tetap berprinsip pada peningkatan keselamatan pasien dan mutu layanan kesehatan.
Teknologi informasi harus memberikan kontribusi untuk ”do more good than harm” dalam pelayanan kesehatan. Hal ini membuat suatu program evaluasi yang kontinyu dan sistem monitoring yang baik menjadi bagian yang harus selalu ada dalam adopsi TI bagi dunia medis.
*) Rizaldy Pinzon (dokter, neurolog)
Source : vieza-maidin.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar